Topeng Demokrasi Tidak Akan Memperpanjang Umur Rezim Pemerintah Diktator
October 10th, 2015 by kafi
Muhammad bin Rasyid Al Maktum, Wakil Presiden Uni Emirat Arab mendeskripsikan adegan pemilu sebagai pernikahan nasional, ia menegaskan bahwa “demokrasi di negara kita sudah mapan dan berakar di tengah-tengah masyarakat kita sejak zaman nenek moyang dan orang tua, dimana kami mewarisinya dari mereka dengan penuh kebanggaan dan keyakinan terhadap warisan sosial, budaya dan agama kita tanpa mengabaikan warisan Arab islam yang mengakar.” (sumber: surat kabar alIttihād).
*** *** ***
Meskipun ada banyak pengalaman baru di negeri-negeri kita pasca-revolusi, yang membuktikan bahwa demokrasi yang busuk itu hanya membuat kita terhina dan dipermalukan di depan musuh-musuh kita, dan meskipun demokrasi itu telah gagal bahkan di negara-negara demokrasi terbesar sekalipun, serta begitu telanjang keburukan dan ketidakmampuannya untuk menjamin hak-hak, keadilan dan keamanan bagi rakyatnya, namun penguasa Dubai justru membual dengan demokrasi yang busuk, dengan mengklaim bahwa demokrasi adalah warisan asli di negara kita, bahkan dengan sengaja ia mencampur aduknya dengan islam dengan mengklaim tidak mengabaikan warisan islam, sehingga itulah yang mengubah negeri itu menjadi tempat-tempat hiburan malam, kecabulan dan vulgar.
Menurut definisi situs IIP Digital, Biro Program Informasi Internasional di Departemen Luar Negeri AS, bahwa kata demokrasi berasal dari kata Yunani “Demos” yang berarti rakyat. Sehingga dalam sistem demokrasi, rakyat sebagai pemiliki otoritas kedaulatan di Dewan Legislatif dan Eksekutif. Dengan kata lain, bahwa sistem demokrasi dibangun berdasarkan bahwa hak legislasi ada pada manusia, bukan Allah Tuhan semesta alam. Padahal Allah SWT berfirman: “Menetapkan hukum itu hanyalah milik Allah.” (TQS. Yusuf [10] : 40).
Dengan demikian sama sekali tidak ada hubungan antara demokrasi dan islam. Dan kaum muslim tidak pernah mengenal sistem demokrasi sebelum munculnya kolonialisme, dimana kaum kafir telah memaksakan demokrasi dengan tangan besi dan api di beberapa negeri islam ketika mereka dipaksa keluar dari negeri kaum muslim untuk menjamin penerapan hukum-hukum kufur dan kebijakan kolonialisme Barat. Sedang di sebagian besar negara-negara Arab, mereka mengangkat para penguasa diktator, penguasa boneka dan antek, para raja, para tetua, dan para pemimpin tiran, dimana tugas mereka ini adalah mengamankan kepentingan Barat di negeri-negeri tersebut, dan memfasilitasi penjarahan kekayaannya.
Bahkan ketika rakyat melakukan revolusi seperti dalam Musim Semi Arab, untuk membebaskan dari penindasan rezim diktator, serta dominasi kaum kafir, hukum-hukumnya, dan sistem-sistem positifnya yang rusak, juga dominasi negara-negara kafir Barat atas negeri-negeri mereka; kemudian ketika kaum kafir imperialis menyadari bahwa umat mulai berusaha untuk menggulingkan entitas-entitas yang diciptakannya, bahkan penggulingan itu telah menjadi harga mati bagi kaum muslim di berbagai negeri mereka, baik itu telah menciptakan revolusi dan mengumumkan di alun-alun serta di masjid-masjid bahwa “umat menginginkan Khilafah kembali”, atau belum menciptakan revolusi, maka mereka sengaja memaksakan demokrasi yang penuh tanda tanya itu sebagai alat untuk menguatkan para boneka dan antek baru dalam kekuasaan. Sebagaimana kaum kolonialis, dan para anteknya dari kalangan intelektual juga politisi berusaha menjelaskan kepada umat islam bahwa demokrasi adalah mimpi indah dan harapan yang dinantikan, bahkan demokrasi adalah sistem satu-satunya yang menjamin hak-hak masyarakat, dan yang memungkinkan bagi mereka untuk memilih pemimpin mereka.
Mereka juga membuat klaim dusta dan palsu bahwa demokrasi adalah tuntutan kaum muslim pejuang pembebasan, mereka tidak melakukan revolusi, berkorban dan syahid kecuali demi demokrasi. Mereka menempatkan demokrasi sebagai lawan dari kediktatoran, dimana hanya ada dua ini saja tidak ada yang ketiganya. Semua ini dalam rangka untuk menancapkan secara kokoh dalam pikiran masyarakat umum bahwa demokrasi adalah solusi untuk masalah mereka, dan cara untuk menyelamatkan mereka dari kezaliman rezim-rezim otoriter, bahkan dengan cara ini Barat bisa mengulur waktu dan memperpanjang umur anteknya, serta imperialismenya di dunia islam. Dan inilah yang membuat para penguasa diktator pengkhianat terengah-engah di balik demokrasi busuk dan bau, dengan mengklaim bahwa demokrasi telah menyatu dengan mereka dan agamanya, dimana itu dilakukan karena tunduk terhadap perintah dari majikan mereka, yaitu kaum kafir Barat, sebagai upaya di tengah keputusasaannya untuk mempertahankan takhta dan kursinya, karena takut digulingkan oleh rakyatnya. “Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka, sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka.” (TQS. Maryam [19] : 81-82).
Waktunya telah tiba bagi kaum muslim untuk mengatakan kepada mereka para penguasa tiran, dan para boneka buatan penjajah, yang telah menutup mata terhadap sistem islam dan politiknya, mereka menerapkan sistem yang melayani kaum kafir Barat di tengah-tengah kaum muslim, dan mereka menempatkan kaum muslim, negeri-negeri mereka, dan kekayaan mereka di bawah kontrol serta kekuasaan kaum kafir Barat, sehingga telah tiba bagi mereka semua untuk mengatakan bahwa mereka sedang menyingkirkan demokrasi yang rusak dan busuk, dan mereka bertekad untuk membuat perubahan radikal yang nyata, serta mengakhiri pemerintahan diktator dalam segala bentuknya, kediktatoran dan demokrasi. Sebab kedua sistem ini adalah produk manusia yang dasarnya adalah penolakan terhadap agama Allah SWT sebagai jalan hidup yang sempurna. Bahkan mereka akan terus berjuang untuk membangun kembali pemerintahan islam dan menegakkan Khilafah Rasyidah sesuai metode kenabian (‘ala minhājin nubuwah), karena mereka percaya dengan kabar gembira (busyra) dari Rasulullah saw: “ … Kemudian akan ada kekuasaan yang memaksa (diktator), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang sesuai metode kenabian (‘ala minhājin nubuwah).”
[Fatimah bintu Muhammad].
Sumber: hizb-ut-tahrir,info, 07/10/2015.
Kantor Pusat Hizbut Tahrir Indonesia:
Crown Palace A25
Jl Prof. Soepomo No. 231
Jakarta Selatan 12390
Telp/Fax: (62-21) 83787370 / 83787372
Email: info@hizbut-tahrir.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar